Ganja Hanya Meringankan Rasa Sakit, Bukan Mengobati



Kasus Fidelis Ari yang menggunakan ganja untuk mengobati sang istri dari sakit syringomyelia menimbulkan pro dan kontra di berbagai kalangan. Badan Narkotika Nasional (BNN) saat itu menyatakan Fidelis melanggar hukum atas kepemilikan sejumlah tanaman ganja.

Menilik kasus Fidelis, sebenarnya penggunaan ganja sebagai obat sudah menjadi perbincangan lama, di mancanegara bahkan sudah dilegalkan sebagai obat. Hanya saja di Indonesia belum ada tindakan serupa untuk meneliti secara komprehensif manfaat dari ganja.

"Kendalanya tim peneliti yang ditunjuk Kemenkes belum ada SK-nya, tapi izin penelitiannya sudah dikeluarkan," ungkap peneliti ganja dari Yayasan Sativa Nusantara Inang Winarso, dalam NSI, Selasa 25 April 2017.

Inang membenarkan bahwa di negara lain ganja bisa digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, umumnya untuk pengobatan kanker, pereda nyeri, asma, obat bagi penderita cerebral palsy, bahkan untuk diabet. 

Sayangnya, meskipun sudah banyak jurnal ilmiah dan literatur dari luar negeri tentang pemanfaatan ganja sebagai obat tidak diikuti oleh Indonesia. Padahal menurut Inang, Indonesia hanya tinggal membuktikan hasil jurnal-jurnal ilmiah itu.

"Tinggal membuktikan saja, artinya secara teoritis para ilmuan di mancanegara itu sudah mengeluarkan berbagai macam literatur tentang manfaat ganja. Lagipula penelitian ini tak sampai menghabiskan dana miliaran rupiah," katanya. 

Sementara itu, anggota Departemen Advokasi dan Legislasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Hadiwijaya menyebut pemanfaatan ganja umumnya hanya sebagai pereda rasa sakit. Bicara tentang penggunaan sebagai obat, pihaknya belum dapat memastikan lantaran belum ada penelitiannya.

"Kalau melihat efeknya, hanya meringankan rasa sakit. Tapi untuk kemungkinan (ganja sebagai obat) itu saya tidak berhak menjawabnya," kata Hadiwijaya. 

Hadiwijaya menuturkan bisa saja Indonesia melegalkan pemanfaatan ganja sebagai obat, dengan meratifikasi hasil penelitian dari luar negeri. Namun sejauh pengetahuannya, literatur yang menyatakan ganja sebagai obat memang belum ada.

Senada dengan IDI, Wakil Direktur Pidana Narkoba Bareskrim Polri Kombes Jon Turman mengatakan literasi penggunaan ganja di Indonesia hanya untuk mengurangi rasa sakit, bukan mengobati sakit. Sama halnya dengan penggunaan morfin sebagai pembunuh rasa sakit ketika seseorang naik ke meja operasi.

Menurut Jon, di Indonesia pemanfaatan ganja hanya dapat diberikan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan pelayanan kesehan. Hanya saja dengan beratnya prosedur, hingga kini penelitian untuk kebutuhan ilmu pengetahuan dan kesehatan itu belum dapat dilakukan. 

Sementara dari kacamata hukum, penggunaan ganja tetap dikategorikan sebagai pelanggaran pidana. Meskipun pemanfaatannya untuk obat.

"Dari kacamata hukum tetap berdasarkan pada asas legalitas, sebagaimana Undang-undang yang dituangkan dalam pidana maka aparat penegak hukum harus menegakkan hukum itu," jelas Jon. (sumber: metrotvnews.com)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seks Oral Sebabkan Kanker Lidah dan Mulut

9 Bahaya Dibalik Haramnya Makan Darah

Inilah Penerima Beasiswa Dokter Muhammadiyah UMY